Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

Pohon Buah Tin Gampang Budi Dayanya, Besar Faedahnya

Buah Tin Pohon tin yang berasal Timur Tengah ini mempunyai buah yang banyak khasiatnya. Siapa ingin membudidayakannya? Disebutkan dal...

Buah Tin
Pohon tin yang berasal Timur Tengah ini mempunyai buah yang banyak khasiatnya. Siapa ingin
membudidayakannya?

Disebutkan dalam Kitab Injil, saat Yesus  berjalan di tengah gurun pasir  dan merasa lapar, Yesus menjumpai pohon tin kemudian memakan buahnya. Dalam kisah lain disebutkan Adam dan Hawa memakan buah tin saat pertama kali diturunkan ke bumi.  Itu artinya, sejarah keberadaan buah tin (ficus carica) jauh lebih tua daripada manusia sendiri. Namun, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, buah tin masih terasa asing.

Tanaman asal Timur tengah ini sekarang telah menyebar  sampai ke daratan Eropa dan Amerika yang dikenal dengan nama “figs”. Meski masih terhitung langka, namun tanaman buah tin ini juga sudah masuk ke Indonesia. Tanaman buah tin yang berada di Indonesia berjenis Yordania.

Namun, menurut Edi Susanto—pemilik nurseri Tebu Wulung—, para kolektor yang mengoleksi dan membudidayakan tanaman  langka ini, banyak yang tidak mengetahui sejarah dan asal usul buah tin. Tetapi Edi memaklumi karena buah tin bukan berasal dari Indonesia. Beberapa peminat tanaman ini, banyak yang mengetahui buah tin setelah mereka  berkunjung ke tanah suci.  Bagi mereka  buah ini merupakan sarana  bernostalgia, mengenang saat menunaikan haji, karena minyak dari buah ini biasa dimanfaatkan oleh para jemaah haji sebagai pelindung kulit dari  sengatan hawa dingin dan panas.

Itu hanya salah satu manfaatnya saja. Ternyata, kandungan vitamin buah tin tak kalah  hebatnya dengan apel dan jeruk. Disebutkan  penelitian California Figs Nutritional Information, buah tin mengandung serat (dietary fiber) yang sangat tinggi. Setiap 100 gr buah tin kering terkandung 12,2 g serat sedangkan apel hanya mengandung 2  g dan jeruk 1,9 g. Mengkonsumsi buah yang mirip jambu batu ini secara teratur, menurut para pakar kesehatan, dapat membantu membersihkan racun di dalam tubuh, mencegah kanker kolon dan penyakit degeneratif lainnya.

Hasil penelitian lain menyebutkan   selain  mengandung antioksidan yang dapat mengikat senyawa karsinogen penyebab kanker, tin juga mengandung asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan bagi kesehatan, di antaranya omega-3 dan omega-6. Buah tin r                                          endah lemak, rendah sodium, rendah kalori dan bebas kolesterol sehingga sangat cocok dikonsumsi para penderita diabetes mellitus.

Keistimewaan buah ini tidak berhenti sampai di sini. Beragam vitamin dan mineral bermanfaat terkandung di dalamnya. Setiap 100 g buah tin mengandung vitamin A sebanyak 9.76 IU, vitamin C, 0.68 mg, kalsium, 133.0 mg dan zat besi, 3.07 mg. “Vitamin dan mineral ini sangat diperlukan tubuh untuk menjaga dan memelihara kesehatan organ tubuh kita,” jelas Budi Sutomo pakar Kuliner dan gizi dalam sebuah tulisannya.

Sederet keistimewaan yang dimiliki buah tin dan kelangkaannya itulah yang membuat Edi tertarik untuk membudidayakan tanaman tin. Ia meyakini bahwa selain langka, tanaman yang sejenis dengan beringin ini potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Tidak hanya sebagai komoditi yang menyasar pasar kolektor tanaman, tetapi juga komoditi yang bisa diproduksi masal.

Meski di Indonesia tin belum dikenal sebagai buah konsumsi, di luar negeri buah tin telah diproduksi dengan skala komersial. Buah tin ini bisa diolah dengan cara diawetkan atau dikeringkan. Hasil olahan ini harganya lumayan tinggi. Di Belanda hasil olahan buah tin—yang tampilan fisiknya menyerupai manisan pala—bisa mencapai Rp 40 ribu per kemasan (terdiri atas 8 buah tin). Selain diawetkan, buah tin diolah menjadi sirup, selai, permen dan sebagai pelengkap hidangan dalam berbagai resep masakan internasional. Rasa buah tin yang segar seperti perpaduan antara peach dan strawberry.

Pengolahan buah tin yang paling populer adalah diawetkan. Sebenarnya buah ini memiliki ketahanan yang cukup baik. Tidak seperti buah lain yang busuk bila tiga hari di letakkan begitu saja, buah tin cukup kuat jika disimpan meski tanpa bahan pengawet bentuknya hanya berubah  kering, tapi tidak busuk.

Jika diproduksi di Indonesia, Edi meyakini buah tin Indonesia mampu bersaing dengan buah tin yang diproduksi oleh negara asalnya sekalipun. Apa sebabnya? Menurut  Edi tanah di Indonesia lebih subur, dan cocok untuk perkebunan tin. Hasil pembibitan yang telah dilakukannya menunjukkan pohon tin lebih produktif menghasilkan buah dibanding pohon serupa yang ditanam di Timur Tengah, seperti Iran, Mesir dan lain-lain. “ Saya yakin tanah di Indonesia lebih subur ketimbang Arab. Pohon tin, itu keluarga beringin. Meskipun orang bilang cocoknya di daerah padang pasir, pasti cari tempat subur. Hanya campur sedikit pasir,  pertumbuhannya bagus, ” tips Edi.

Tanaman tin membutuhkan habitat yang kering. Sehingga yang ideal, menurut Edi, tanaman ini dibudidayakan di daerah Indonesia timur.  Jika dibudidayakan di daerah yang memiliki curah hujan agak lumayan, diupayakan   tanahnya dibuat gundukan agak tinggi sehingga pohon tidak tergenang air. Dari berbagai jenis tin yang ada jenis conadria adalah yang cocok dibudidayakan secara komersial karena produktifitas buahnya tinggi di banding jenis lain seperti negrone, yordan, dan adriatik.

Pohon tin  hasil cangkokan yang saat ini dikembangkan Edi dibanderol Rp 350 ribu. Dan jumlahnya masih terbatas untuk kolektor. Namun Edi bersedia bila ada peminat yang ingin membudidayakan pohon tin dengan sekala komersial. Namun ia berpesan agar peminat bersabar. Lantaran untuk keperluan budidaya, Edi masih perlu menyiapkan bibit- bibit pohon tin. Bibit untuk tujuan ditanam secara komersial Edi mematok harga Rp 75 ribu. “Jika ada yang ingin membudidayakan pohon tin, bibit bisa saya siapkan selama satu tahun. Jumlahnya 20 batang,” tukas Edi.

Dengan 20 batang bibit itu, pohon tin dapat diperbanyak secara mandiri oleh petani dengan cara mencangkok setelah enam bulan dari masa penanaman. Setiap pohon akan  menghasilkan  cangkokan sebanyak 20 batang pohon baru. Setelah itu ke 20 pohon itu bisa dicangkok kembali setelah 3 bulan. Begitu seterusnya. Dengan hitungan demikian Edi memperkirakan petani harus rela “berpuasa” penghasilan tidak lebih dari satu tahun, untuk masa perbanyakan. ”Saya bersedia membantu perawatan selama masa perbanyakan itu,” janji Edi.

Satu hektar kebun, bisa ditanami sebanyak 400 pohon. Dengan jarak tanam 5 x 5 meter. Tinggi pohon tin bisa mencapai 5 -10 meter. Setelah usia enam bulan, pohon tin mulai berbuah. Kebun seluas 2 hektar, menurut Edi, dapat dipanen  seminggu sekali. ”Satu pohon bisa dipanen tiga buah secara bergantian. Seperti orang petik cabe lah pilih yang tua. Begitu seterusnya.  Pohon tin tidak pernah  berhenti berbuah. Sangat sederhana lebih sulit merawat jagung,” imbuh Edi.

Untuk pembudidayaan pohon tin, Edi telah menemukan cara yang efektif untuk mensiasati agar produksi buah tidak menurun di saat musim hujan, yakni dengan sistem pangkas sehingga bisa menghambat pertumbuhan dan merangsang produktifitas. Ia pun menemukan cara cangkok bertingkat untuk melipatgandakan populasi bibit tiga kali lebih banyak  dari cangkok biasa. “Saya menunggu satu orang untuk mengebunkan tin. Saya  yakin dengan keuntungannya,” ujar lulusan Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini. Tertantang menjadi pionir? (* Fitra Iskandar)

Reponsive Ads