Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

Cara Efisien Berbisnis

Cara Efisien Berbisnis Tiga tahun silam, usahawan sepatu, Junus Maharya, termangu di tokonya. Dari catatan istrinya, Mei Lien, omzet da...

Cara Efisien Berbisnis
Tiga tahun silam, usahawan sepatu, Junus Maharya, termangu di tokonya. Dari catatan istrinya, Mei Lien, omzet dan profit tokonya terus tergerus. Dua puluh tahun silam, ia masih meraih untung rata-rata Rp 15 juta per bulan. Omzet itu kini hanya Rp 3 juta per bulan pada akhir tahun 2011. Kalau harus menggaji dua karyawan toko, dia sudah tidak memperoleh satu sen pun keuntungan.

Bisnisnya yang lain, bengkel motor, bernasib sama. Keuntungan merosot menjadi Rp 2,7 juta per bulan. Bayar gaji tiga karyawan tidak cukup sehingga ia harus nombok. Ia mempunyai satu toko lagi, yakni toko fotokopi dan aneka kebutuhan sekolah. Keuntungan di toko ini masih lumayan, sekitar Rp 9 juta per bulan. Bayar dua karyawan dan listrik, ia masih merasakan keuntungannya.

Akan tetapi, ia tidak puas. Dari diskusi dengan kawan-kawannya, pengalamannya selama ini maupun dari banyak membaca, ia mengambil keputusan radikal. Toko sepatu dan bengkel ia jual. Ia memboyong keluarganya pindah ke toko fotokopi. Uang jual dua unit rumah sebesar Rp 8,2 miliar ia gunakan untuk bisnis baru. Toko fotokopi dan kebutuhan sekolah tetap dibuka karena menguntungkan.

Bisnis barunya adalah memperantarai produsen dan konsumen sejumlah komoditas penting, seperti beras, gula pasir, tepung terigu, garmen, semen, besi dan pilar beton, pasir, dan paving block. Untuk beras, misalnya, sebutlah ia membeli sepuluh ton beras dari sentra beras dan menjualnya kepada pedagang di pasar-pasar. Keuntungan yang dia peroleh Rp 30 per kilogram.

Kelihatannya Rp 30 memang ”uang kecil”, tetapi karena sekali transaksi ia bisa jual 20.000 kg, maka keuntungan yang ia peroleh adalah Rp 600.000. Pada komoditas lain seperti terigu, gula pasir, margin keuntungan yang dia peroleh lebih tipis lagi, yakni rata-rata Rp 10 per kg. Akan tetapi, dengan tingginya transaksi per hari, ia panen setiap hari.

”Banting setir” bisnis tadi membuat Junus tersenyum. Ia tak pusing lagi untuk makan dan menggaji karyawan. Ia meraih laba usaha yang jauh lebih besar. Dari keuntungan itu, ia melebarkan usaha. Kini ia membeli emas murni dalam jumlah beberapa kilogram. Emas itu dilepas ketika harga naik beberapa persen. Keuntungan dari emas lebih atraktif. Kini Junus seakan sudah menemukan bintangnya. Ia bekerja jauh lebih rileks.

Banyak usahawan yang masuk ke wilayah ini dan umumnya sukses. Misalnya Teguh Samiadji, yang masuk ke bisnis jual beli emas dan properti. Teguh langsung membeli lima unit ruko dan tiga unit rumah yang dibangun perusahaan properti raksasa di kawasan strategis. Setelah dua tahun, baru ia lepas. Keuntungan yang dia peroleh bisa mencapai dua kali lipat harga rumah dan ruko.

Begitu pula emas, Teguh biasa membeli beberapa kilogram emas, lalu melepasnya beberapa bulan kemudian. Bisnis ini dioperasikan Teguh dari rumahnya. Pegawainya hanya empat orang. Keuntungan per tahun Teguh, tidak kurang dari Rp 2,8 miliar atau Rp 233,3 juta per bulan atau Rp 11,6 juta per hari. (*kompas.com)

Reponsive Ads