Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Pages

Responsive Ad

Pendopo Kemang, Nuansa Tradisional Jawa Di Ibukota

Pendopo Kemang - Kuliner Wisata Di tengah hiruk pikuknya urusan di kota metropolitan, banyak orang yang merindukan suasana yang teduh da...

Pendopo Kemang - Kuliner Wisata
Di tengah hiruk pikuknya urusan di kota metropolitan, banyak orang yang merindukan suasana yang teduh dann nyaman. Itulah konsep yang diusung Pendopo Kemang

Lokasinya di atas lahan seluas 3.333 meter persegi di bilangan Kemang atau persisnya jalan Kemang Selatan No. 111. Yakni kawasan yang memiliki ciri khas hiruk-pikuk sebuah kota besar dengan lalu-lintas yang padat sepanjang hari bahkan hingga larut malam. Tetapi begitu memasuki pintu gerbang resto dan galeri Pendopo Kemang yang menawarkan hidangan dan suasana bernuansa Jawa ini, mata maupun pikiran disuguhi pemandangan yang berbeda seratus delapan puluh derajat sejak langkah kaki yang pertama ketika turun dari kendaraan.

Pekarangan luas serta ditumbuhi pepohonan yang rindang itu memberikan kesan sejuk alami lebih-lebih ditambah suara gemericik air dari kolam yang diberi pancuran. Suasana tradisional menjadi semakin lengkap lagi dengan adanya becak dan delman menghiasi sudut pendopo serta di pintu masuk tergantung sebuah gong tua yang seakan-akan siap dipukul. Sedangkan di ujung pelataran terdapat pula sepetak tanaman padi yang waktu itu bulir-bulirnya sudah hampir menguning seolah hendak memperkuat kesan kedaerahan yang sengaja ditonjolkan tempat ini.

Sebelum dikelola oleh dua orang bersaudara Rio Sarwono dan Dani Sarwono, Pendopo Kemang lebih dahulu dikenal dengan nama Padi-Padi. Ia telah memiliki sejarah panjang sebagai resto dan café yang mengusung tema Nusantara. “Jadi hampir tidak ada perubahan, gedungnya tetap sama seperti sekarang ini hanya mebelnya sedikit berbeda,” begitu tutur Siska Rio Sarwono, istri Rio.

Siska menambahkan bahwa sedikit perubahan interior tersebut adalah penambahan nuansa Jawa yang lebih kental khususnya sebuah gebyok yang langsung kelihatan begitu melangkah masuk ke dalam ruangan pendopo. Di dalam kawasan, di samping sebuah galeri batik memang terdapat dua buah pendopo besar yang disediakan untuk restoran. Pada hari-hari biasa, hanya satu saja yang dipakai, sedang sebuah lagi dipergunakan bila kapasitasnya sudah membludak, umpamanya pada saat disewakan untuk keperluan pesta perkawinan yang cukup sering terjadi. “Dalam seminggu bisa dua atau tiga kali acara,” ungkapnya.

Sesuai tema kejawaan yang hendak ditampilkan, daftar menu yang disediakan hampir semuanya merupakan menu khas daerah Jawa. walau terdapat pula beberapa menu masakan barat dan Cina, seperti steak, pizza, atau dimsum. Selebihnya adalah makanan ala Nusantara, malahan terdapat menu yakni nasi kucing seperti yang banyak dijumpai di angkringan atau gerobak kaki lima (hik) di Solo atau Yogyakarta. Agaknya disediakan bagi yang ingin bernostalgia makan nasi yang porsinya sekepalan tangan dengan dua iris ikan asin serta sambal. Maka bayangkanlah betapa nikmatnya menyantap menu minimalis tersebut, yang sejatinya merupakan menu anak kuliah yang cekak kantongnya.

Selain itu terdapat banyak lagi beragam menu serba nasi yang disediakan, di antaranya  nasi langgi, nasi ayam cobek, nasi peda, nasi gurih bebek, nasi campur bali, nasi campur kuta, nasi liwet, nasi pecel beras merah, juga nasi cobek dengan ayam goreng lengkuas lengkap dengan sambal tomat. “Menu andalan adalah nasi ikan peda dan nasi campur bali, dan juga terdapat nasi liwet Solo,” tambah Siska.

Nasi peda ini, menurut Siska, terbilang lain daripada yang lain. Nasi yang sudah diolah bersama dengan ikan peda itu dibungkus dengan daun pisang lalu diletakkan di atas piring terbuat dari tanah liat yang juga dialasi daun pisang. Lalu sebagai teman nasi, di sekelilingnya dilengkapi urap, ayam goreng plus rempeyek. Rasanya begitu gurih sedangkan lauknya banyak dan bermacam-macam. Begitu pun jenis menu lainnya, setiap nasi biasanya selalu dikelilingi berbagai jenis lauk dalam jumlah banyak.

Di antara beragam menu nasi, di resto milik direktur sirkuit Sentul ini pengunjung juga dapat menjajal beberapa masakan lain. Sebut saja sop buntut, soto ayam, dan soto sulung. Penggemar sayuran dapat memilih salah satu dari oseng-oseng, seperti oseng pete, oseng bayam, oseng brokoli, dan oseng kailan. Tidak ketinggalan kangkung hot plate, lodeh, urap, maupun menu olahan serba ikan serta aneka olahan cumi dan sate juga siap memuaskan selera makan.

Sayang sekali minuman, apalagi minuman khas daerah sepertinya kurang mendapat prioritas. “Minuman kayaknya kurang, Pak,” aku Siska. Walapun begitu pengunjung tidak perlu resah. Terdapat beragam minuman dingin sebagai pengobat kecewa. Pilihan yang tersedia antara lain es campur, es cincau, es markisa, dan es kelapa muda, dan satu lagi, es kopyor durian. Yakni es kelapa kopyor dengan sirop warna merah dan di atasnya ditaruh daging buah durian. “Ini minuman favorit di sini,” jelas Siska.

Resmi dibuka kembali pada bulan Januari 2006, tempat jajan dan nongkrong yang satu ini boleh dibilang belum lama beroperasi setelah sekian lama tutup. Dengan konsep yang tidak jauh berbeda, maka dapat menjadi oase di tengah kejenuhan budaya metropolitan. Bila ingin berombongan, jangan khawatir karena tempatnya cukup lapang. Total dapat menampung 800 orang. Sedangkan pelatarannya bisa muat sekitar 45 mobil plus valet untuk 125 kendaraan roda empat. (Wiyono)

Reponsive Ads